Subang Pada Masa Hindu Budha (Klasik)



Data kesejarahan menunjukan bahwa sejak abad ke-5 hingga abad ke-16, di Tatar Sunda terdapat dua kerajaan, yaitu kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Sunda. Kerajaan Tarumanegara diketahui keberadaannya menurut keterangan tujuh prasastinya, yaitu prasasti Cidangyang, Prasasti Jambu, Prasasti Ciaruteun, Kebon Kopi, Muara Cianten, dan Pasir Awi (Bogor), berdasarkan prasasti-prasasti tersebut dapat disimpulkan bahwa kerajaan Tarumanegara berlokasi di daerah  anatara Sungai Cisadane, Sungai Cidanghyang Banten sampai Sungai Citarum. Sedangkan Kerajaan Sunda berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan antara lain, Prasasti Kebon Kopi, Sanghyang Tapak, Kawali, Kebantenan, dan Batu Tulis, dapat disimpulkan Kerajaan Sunda beribukota di beberapa tempat dari Pakuan Pajajaran, Galuh, Kawali, dan kembali ke Pakuan Pajajaran (Herlina et al, 2011:156). Dari data kesejarahan tentang letak pusat kota dari dua kerajaan besar di Tatar Sunda, daerah Subang terletak diantara kedua pusat kerajaan tersebut, dengan demikian daerah Subang sudah dikenal pada saat itu, hal tersebut diperkuat dengan adanya istilah jalur Highway yang menghubungkan antara Galuh dengan Pakuan Pajajaran.
Jalur highway yang melalui wilayah Subang Selatan mempunyai peranan penting dibandingkan dengan daerah Subang Utara yang masih berawa-rawa, sehingga penduduk wilayah Subang selatan lebih berkembang karena sering berhubungan dengan orang luar, seperti pedagang, peziarah, petugas kerajaan yang melalui jalur highway.
Perkembangan agama Hindu di wilayah Subang selatan ditandai dengan temuan tinggalan arkeologi, yaitu dua buah patung nandi, menurut kepercayaan hindu nandi merupakan kendaraan dewa siwa dari dunia menuju nirwana. 

Gambar 20: Koleksi Masa Hindu Budha
Patung Nandi
Foto dok. Yusep, 2013
Pengaruh Hindu di wilayah ini diperkuat dengan adanya  Situs Talun. Fakta arkeologis yang terdapat di situs ini berupa struktur batu kuno (bata merah) dengan ukuran panjang 31 cm, lebar 22 cm, tebal 8 cm dan fragmen batu kuno lainnya ditemukan dalam keadaan berserakan. Berdasarkan fakta tersebut dilakukan ekskavasi oleh Balai Arkeologi Bandung, ekskavasi menemukan konsentrasi bata yang sudah tidak terstruktur dan di sisi lain juga ditemukan beberapa susunan bata dalam keadaan berdiri dan mendatar. Temuan penting lainnya disekitar susunan bata berupa dua keping fragmen keramik Cina masa dinasti Ming (abad XIV-XVII) berasal dari bentuk mangkuk. Fragmen keramik kedua ditemukan berasal dari Cina masa dinasti Tang (abad VII-X) (Disparbud Provinsi Jawa Barat, 2011:137).
Pada umumnya temuan tempat-tempat suci di Jawa Barat sudah amat rusak dan tinggal serakan batuannya, begitupula Bentuk dari susunan batu di situs ini belum bisa direkonstruksi secara utuh harus melalui proses penelitian berkelanjutan.
Berdasarkan hasil penelitian Etty Saringendyanti, Agus Munandar, dan Hasan Djafar dalam buku Percandian di tatar Sunda Masa Hindu Budha menyimpulkan bahwa bangunan suci pada masa Hindu Budha digunakan sebagai sarana upacara keagamaan cenderung mengarah pada bentuk-bentuk bangunan yang relatif sederhana jika dibandingkan bangunan suci yang ditemukan di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera. Apabila dihubungkan dengan temuan bangunan di situs Talun, dapat disimpulkan bangunan ini berbentuk sederhana sebagai tempat bangunan suci untuk upacara keagamaan, kemudian artefak keramik yang telah ditemukan di sekitar susunan bata, menunjukan bahwa bangunan tersebut berasal dari kurun waktu antara abad Ke-7 sampai dengan abad Ke-16, dari kurun waktu tersebut dapat di interpretasikan bahwa bangunan di situs Talun merupakan tinggalan anatara masa Kerajaan Tarumanegara atau Kerajaan Sunda.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar